Selasa, 13 Januari 2015

BLOG SASTRA

Blog Sastra ini berisi tentang Rumah bapak dan simbok Sarmin terletak di desa Pucanganom, Gunung Kidul, Yogyakarta. Rumah itu berdinding gedek, beratap genteng murahan, dan berlantai tanah. Meskipun sangat sederhana, rumah itu cukup luas, dengan pekarangan yang juga luas. Di samping kiri, kanan, depan, dan belakang rumah itu, masih ada tanah tersisa, yang ditanami singkong, pisang, temulawak, lamtoro, nangka, dan macam-macam. Rumah itu menghadap ke jalan desa. Rumah para tetangga, berbentuk sama, dengan bahan bangunan yang juga sama. Disitulah Sarmin lahir dengan bantuan bidan desa, dan kemudian tumbuh menjadi besar bersama dengan kambing, sapi, ayam, entok, burung prenjak, tikus, cicak, lalat, nyamuk, laba-laba, kelabang, dan kalajengking.
Sarmin merasa dirinya terbuat dari singkong. Tepatnya dari tiwul dan gatot. Dia merasa darahnya, dagingnya, tulang-tulangnya, jantungnya, ginjalnya, otaknya, semua terbuat dari singkong. Singkong memang dicampur sedikit jagung, kadang sedikit beras, lalu dimakan dengan tempe, ikan asin, cabai, garam, terasi, bawang putih, kadang kalau ada selamatan, maka ada pula ayam dan daging sapi. Tapi itu jarang sekali. Sarmin merasa bahwa dirinya adalah saripati singkong. Singkong segar itu dicabut pada bulan Juli yang panas, dikupas, dijemur sampai kering dan menjadi gaplek. Pada musim paceklik, gaplek ini ditumbuk, diayak, diberi sedikit air, digumpalkan, diremahkan, lalu dikukus menjadi tiwul. Tiwul itulah yang kemudian menjadi darah dan dagingnya, juga menjadi otak di kepalanya.

Ditulis oleh F.Rahardi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar